#BoikotProdukPrancis adalah seruan populer beberapa pekan terakhir. Apabila saya, dalam konteks karena menulis tema yang sedikit "nyerempet" dan harus menyatakan sikap, maka sudah tentu marah dengan penghinaan dalam bentup apapun terhadap Rasulullah ﷺ. Secara personal terhadap Samuel Paty, setelah itu terkhusus kepada Emanuel Macron, juga otomatis merembet ke person lain maupun institusi tertentu serta bergerak ke belakang dari sisi linimasa.
Namun dalam mengeskspresikan sikap, tentu lebih luas pembahasannya. Karena ramainya #BoikotProdukPrancis, saya baru sadar bahwa sejak beberapa tahun belakangan penggunaan brand Prancis sudah semakin berkurang untuk diri saya pribadi. Bahkan satu dua pekan ini keluarga kami sudah secara lebih serius berusaha mengeliminasi, mensubtitusi, atau meng-engineering jenis barang tertentu sehingga bisa lepas dari brand Prancis. Banyak alasan. Ada faktor seperti yang disebutkan di atas, juga mendorong industri dalam negeri.
Jika berbicara "seruan memboikot", persoalannya tidak sekedar benci atau marah. Ada berbagai sudut pandang keilmuan yang digunakan. Bukan kapasitas saya untuk membahasnya. Namun setidaknya silahkan baca artikel menarik berikut (bit.ly/31ZUe8t) yang di dalamnya membahas fatwa Syaikh Dr. Shalih Fauzan[1] hafidzahullah (alfawzan.af.org.sa/ar/node/1960), serta penjelasan ringkas namun padat youtu.be/IoGddQDhviM. Juga statement ulil amri kita (bit.ly/3oMtFNG) Presiden Jokowi hafidzahullah.
Menurut data Pew Research Center (pewrsr.ch/3eqvuvf), pada 2016 populasi muslim di Prancis adalah 5,72juta jiwa atau 8,8% dari total populasi manusianya. Persentase tersebut menjadi yang terbesar di antara negara-negara Eropa lain dan lebih besar dari rata-rata persentase regionalnya yang hanya 4,9%. Data per 2010 populasi muslim di Prancis hanya 7,5%. Berdasarkan proyeksi matematis Pew pada 2030 (pewrsr.ch/2GjTZgU penelitian dilakukan 2017) diperkirakan naik hingga 10,3%.
Jutaan jiwa muslim di Prancis itu beberapa di antaranya adalah orang-orang dibalik Al-Bayyinah yang berpusat di Argenteuil, sekitar 15km dari Menara Eiffel Paris. Buku yang mereka terbitkan antara lain Le Livre Du Tawhîd, 3 Livres Dans La Croyance, dll. Silahkan "copas" judul itu kemudian masukkan ke Google Translate. Itulah kitab-kitab aqidah dasar yang seharusnya kita pelajari bahkan hafalkan matan-nya yang mereka terjemahkan dalam Bahasa Prancis.
Media pendidikan anak yang dikelola istri saya dengan salah satu lini berupa penerbit buku dan mainan edukasi untuk anak-anak pun menjadikan Al-Bayyinah bukan hanya sebagai salah satu referensi, namun sebagai benchmark untuk beberapa parameter kinerja. Buku Apprendre le Tawhîd aux Enfants adalah salah satu buku yang bisa menjadi gambaran kekayaan literatur Al-Bayyinah ditunjang kematangan konsep.
Muslim, berdakwah, menerbitkan buku yang tidak sembarangan dan didukung oleh referensi ilmiah, di negara yang mayoritas warganya non muslim, bukanlah upaya remeh-temeh. Tantangannya jelas berbeda di Indonesia. Kita tidak sedang membahas tentang sejarah masuknya muslim ke Prancis, latar belakang muslim, kegiatan ibadah, fluktuasi isu agama, dll. Namun faktanya adalah hingga tulisan ini dibuat setidaknya melalui website resminya, Al-Bayyinah masih aktif berdakwah.
Selain itu ada juga RadioCoran yang sejauh ini channel Youtube-nya termasuk salah satu rujukan anak saya untuk referensi bacaan setelah menghafal surat tertentu. Videonya menarik, suaranya jernih, makhraj huruf dan tajwid-nya tepat, serta dilantunkan oleh kaum muslim di Eropa, hafidzahumullah. Setidaknya dengan Indonesia sama-sama bukan negara yang native language-nya Bahasa Arab.
Poster-poster #BoikotProdukPrancis yang tersebar belakangan ini, hanya sedikit brand di dalamnya yang saya pernah memakainya (membeli atau menggunakan karena diberi atau bagian dari servis tertentu). Selain itu, menurut pandangan saya, mayoritas brand itu pun pada dasarnya jarang dipakai secara reguler di Indonesia, kecuali segelintir. Itupun karena bermain di sektor yang merupakan hajat hidup orang banyak. Selebihnya, apalagi fashion, mungkin lebih sering kita lihat bajakannya dijajakan secara asongan di pinggir jalan. Mungkin malah bukan bajakan namun sekedar "mengadopsi" brand misalnya tas ibu-ibu yang ada tulisan LV.
Benar memang dampak komunal dari #BoikotProdukPrancis adalah turunnya harga saham perusahaan itu. Sehebat apapun industri tetaplah memerlukan pasar yang masif. Timur Tengah mungkin salah satu wilayah non Eropa penyerap terbesar brand Prancis. Makanan & minuman kemasan di Saudi cukup diwarnai dengan produk-produk Prancis. Juga jaringan supermarketnya. Serta penggunaan mobil Prancis di jalanannya. Namun hegemoni Prancis sebenarnya tidak hanya di ranah consumer goods. Tengoklah Jubail Industrial City yang diklaim sebagai "area instustri petrokimia terbesar di muka bumi". Disana ada Satorp, kepanjangannya adalah "The Saudi Aramco Total Refining and Petrochemical". Ya, itulah joint venture antara Pertaminanya Saudi dengan brand Prancis yang berpusat di Courbevoie. Atau lihatlah Bandara Prince Mohammad bin Abdulaziz Madinah. Peran TAV tak bisa disepelekan dalam rancang-bangun bandara itu. Induk TAV adalah Aéroports de Paris.
Islam mengajarkan kita ilmu komprehensif mulai dari aqidah sebagai pokok-pokok keimanan, hingga dalam urusan ekonomi kita dibekali ilmu-ilmu aplikatif misalnya fikih muamalah yang bahkan ada cabang kontemporer, juga adab & akhlak yang harus menjadi karakter pengusaha muslim. Juga berusaha menjadi ahli di bidangnya dari sisi ilmu dunia. Merek-merek Prancis yang saya ketahui, sebagian besar berbeda dengan yang terpampang di banyak poster #BoikotProdukPrancis belakangan ini, harus diakui memiliki keunggulan. Sebagai seorang muslim pun kita dituntut profesional di bidang kita. Begitu pula pengusaha muslim selayaknya menghasilkan produk yang berkualitas.
Sekali lagi untuk urusan sikap, silahkan kembali baca paragraf 1-3 di atas. Dengan tambahan produk Prancis yang sudah terlanjur saya miliki tetap akan saya gunakan. Dijual sekarang mungkin harganya drop, dirusak atau dibuang dalam kondisi masih bisa digunakan kemudian harus membeli barang baru jelas bukan pilihan bijak. Namun bagi saya, sesuai dengan bidang keahlian, profesi sampingan hobi, dll justru saya akui banyak belajar dari brand Prancis dalam berkarya. Bukan berarti kemudian menjadi budak brand itu selamanya konsumen loyal. Namun setelah saya analisis, justru saya bisa lepas dari brand Prancis karena belajar dari brand tersebut. Mereka memberikan pelajaran tentang 5P: products, price, promotion, place, people. Alangkah baiknya jika isu ini juga kita sikapi dari sudut pandang lain yaitu Industry Awareness.
Kita bisa mulai dari mereduksi sikap konsumtif dan latah serta mengedepankan analisis dalam membeli suatu barang (kebutuhan, kualitas, kompetitor, aspek-aspek lain termasuk "membeli produk tetangga", dll). Toh jika tidak Prancis, banyak brand lain di sekitar kita yang berasal dari negara non muslim bahkan beberapa juga memiliki "track record" relatif sama dengan Prancis. Belum lagi jika berbicara brand Indonesia dan benar-benar mencermati komposisi sahamnya, masih bisa menjadi isu sensitif. Jadi selain dari sisi konsumsi, sisi entrepreneurship pun harus menjadi perhatian. Dimulai dari semangat berwirswasta yang harus selaras dengan dengan semangat mengasilkan suatu produk yang unggul di bidangnya. Memperkuat brand image. Memperbaiki ranah produksi serta tetek bengek-nya mulai dari raw material supply, machinery, atau singkat cerita 5M model[2]. Juga rantai dan jaringan distribusi yang terkonsep dan dikerjakan secara serius. Di sisi lain para mahasiswa, engineer, scientist, dan para profesional harus menjadi ahli di bidangnya masing-masing untuk menjadi tulang punggung industri yang berbasis ilmu pengetahuan teknologi yang dimiliki anak bangsa.
Sedikit cerita interaksi saya dengan brand Prancis. Untuk brand fashion, bagi yang kenal saya, mungkin merupakan sesuatu yang teramat tidak penting selain aspek fungsionalitas. Harga mahal bagi saya (akibat brand value, pajak, ongkos kirim, dll) harus dikaji dari berbaai sudut pandang dengan fungsi. Begitu pula untuk sabun, sampo, dkk bisa dikatakan kami sangat minim interaksi dengan produk Prancis. Selesai.
Untuk makanan & minuman, mungkin hanya satu brand yang jujur rutin saya beli produknya dari perusahaan Prancis. Itupun setahun terakhir sudah semakin serius bukan hanya mensubtitusi tetapi meng-engineering cara minum air. Itupun sebenarnya suatu brand asli Indonesia namun diaukusisi oleh raksasa Prancis, CMIIW. Ketika sedang di luar negeri, beberapa brand Prancis seolah otomatis sering ada di hadapan kita untuk disantap atau menjadi pilihan paling tepat ketika harus membeli.
Tanpa disadari seringkali saya naik pesawat Airbus meskipun maskapainya bisa berbeda. Untuk flight lebih dari dua jam, entah kenapa hati lebih tenang ketika pesawatnya Airbus. Peugeot yang notabene merupakan mobil yang mewarnai fase tertentu di keluarga kami. Tepatnya seri 206, yang bagi saya adalah pakem artistik dari geometri sebuah hatchback! Motion & Emotion.
Rupanya ke-Prancis-an saya baru "kena" di bidang transportasi. Selain dua brand di atas, Michelin adalah salah satu preferensi saya baik untuk ban sepeda maupun mobil (terutama saat otomatis memakai Peugeot). Lapierre, tak bisa dipungkiri adalah salah satau brand sepeda yang (pernah) saya rencanakan untuk dibeli. The Science Of Speed adalah jargon yang membuat saya yakin dengan teknologi dan "seni" dari Prancis dibanding negara kompetitornya untuk carbon frame. Ini belum menyinggung Look dan beberapa brand sepeda lain dari Prancis.
Kembali ke sekitar sepuluh tahun lalu... sebagai fresh graduate perusahaan tambang (yang saat itu) "Amerika" saya harus menyusun conceptual plan dengan dasar gambar kerja dari Alstom. Membangun rel kereta di perut bumi Papua, tepatnya di Pegunungan Jayawijaya, bukanlah urusan sederhana. Di seluruh dunia, track record Alstom dalam urusan EPC[3] jalur kereta tak perlu diragukan. Keunggulan mereka mencakup layanan komprehensif, turnkey project, mencakup detail hingga lokomotif dan gerbongnya. Selain itu bisa jadi listrik yang kita nikmati sekarang, parts maupun sejarah pembangunan pembangkitnya tak lepas dari teknologi Alstom. Jika dirinci lagi urusan listrik, sepertinya kita belum bisa lepas dari produk Prancis salah satunya karena brand Schneider Electric.
Lebih dari satu dasawarsa lalu saya berkesempatan belajar singkat dari Société Nationale des Chemins de fer Français setelah menjadi Juara II lomba karya tulis ilmiah Franco-Indonesia Railway untuk mahasiswa. Bulan lalu, setiap pekannya saya melakukan teleconference dengan sebuah ruangan di Paris untuk belajar sub bidang spesifik bersama IOC-UNESCO.
Tenda Lafuma yang kami gunakan di Gunung Tambora 2015 |
Kemudian saya baru sadar untuk urusan adventure gears & apparel, ada history panjang dengan brand Prancis. Pagi hari ketika tulisan ini dibuat saya masih bersepeda sambil memakai tas Quechua. Dan beberapa tahun lalu, Lafuma adalah brand yang bagi saya memiliki segudang cerita. Bagi saya Lafuma adalah the art of adventure. Juga Petzl yang untuk urusan technical saat itu nyaris tak bisa tergantikan.
Novotel pernah menjadi venue suatu family gathering, yang sebagai peserta kami tinggal ikut saja panitianya mengadakan dimana. Untuk brand Ibis, pengalaman saya lebih ke menginap semalam di airport hotel sebagai kompensasi dari maskapai atas suatu kesalahan teknis penerbangan. Kedua brand hotel itu memang matang dari sisi konsep, layanan sesuai kelas, serta experience bagi pengunjung.
Di industri farmasi, saya kenal dengan beberapa brand Prancis salah satunya Sanofic. Berbagai produknya sering terlihat di klinik-klinik lapangan yang pernah kami operasikan di beberapa wilayah bencana.
Mungkin sedikit gambaran di atas terkesan "memuja" merek-merek Prancis. Namun sebagian besar sudah tidak saya gunakan atau idamkan. Tapi banyak pelajaran dari brand tersebut yang saya pribadi sudah merasakan manfaatnya dalam berkarya. Ada proses panjang hingga sampai di tahap meninggalkan brand Prancis. Industry Awareness.
Saya yakin progress luar biasa PT INKA yang mulai sering mengerjakan berbagai project di luar negeri dan dorongan untuk memiliki BUMN bidang EPC yang tangguh akan membuat bangsa kita banyak berbicara soal bidang ini. Tak usah tabu jika menjadikan Alstom sebagai salah satu role model. Angkasa Pura apabila didukung oleh beberapa BUMN penunjang sisi teknisnya, laju perkembangannya saya kira masih panjang apalagi negeri kita jelas-jelas butuh banyak bandara.
Untuk migas, Total adalah literatur aktif bagaimana mengelola "sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui tersebut" dari hulu hingga hilir. Saya yakin Pertamina juga belajar dari Total dari beberapa aspek termasuk mewarisi beberapa fasilitas. Holding energi yang direncanakan, apabila disusun dengan matang mempertimbangan SWOT kita baik dari sisi supply maupun demand, bisa menjadi total power kita.
Untuk Adventure gears & apparel Eiger secara kualitas sudah mampu bersaing dan brand dalam negeri lain harus menyusul dengan upgrade kualitas. Tak usah ragu jika menjadikan Lafuma dkk sebagai referensi. Peluang berkembannya industri yang sebagian berbasis garmen terbuka lebar apalagi Presiden Jokowi rajin mepromosikan brand karya anak bangsa. Secara langsung berdampak positif bagi brand yang beliau pakai, dan secara tidak langsung meng-encourage kesadaran akan kekuatan produk dalam negeri.
Apresiasi kepada para engineer serta pelaku industri dirgantara yang terus berupaya merealisasikan secara sustainable produk aircraft karya anak bangsa. Meskipun Airbus adalah raksasa, namun jenis penerbangan relatif pendek antar pulau bahkan harus bisa menjangkau pulau-pulau kecil bisa menjadi spesialisasi kita.
Untuk perhotelan, sejak era digitalisasi dimana review dari pengunjung cenderung cepat dan natural, banyak pelaku hospitality industry di Indonesia yang terus meningkatkan pelayanan bahkan brand image. Untuk industri farmasi saya memang tidak paham, namun semoga iklimnya cenderung akan berkembang. Begitu pula untuk makanan & minuman saya kita hampir tidak ada alasan untuk tidak berdaya setidaknya di negeri sendiri, jika kita serius. Setidaknya bonus demografi Indonesia adalah keniscayaan adanya ujung pangkal dari industri yaitu konsumsi.
Peugeot 206 |
Peugeot mungkin tidak terlalu serius di pasar Indonesia, atau mungkin tidak cocok. Namun sekecil apapun upaya, kita harus terus memupuk cerita yang akan dilanjutkan anak cucu tentang industri otomotif dalam negeri. Apalagi era mobil listrik, yang di Eropa diwacanakan mulai 2040 mulai serius meninggalkan mobil berbahan bakal "fosil", peluang kita terbuka lebar karena kita memiliki sumber bahan baku utama untuk baterai.
Wdnsy yang headquarter-nya di Surabaya sudah menjadi alternatif saya untuk road bike menggantikan Lapierre, juga apresiasi kepada Polygon dan Element yang juga mulai bermain dengan material carbon yang teknologinya masih cenderung eksklusif. Visi pendirinya Wdnsy pun cukup menarik, mendorong sebanyak mungkin orang berolahraga dan merasakan sepeda "high class" dengan harga relatif terjangkau. Tour de Singkarak, Tour de Indonesia, Bromo KOM, dan berbagai event lain di negeri kita, meskipun secara regulasi dan aspek teknis lain tidak bisa dibandingkan dengan Tour de France, kita harapkan bisa menjadi ajang balap sepeda unggulan dunia karena banyak potensi yang kita miliki.
Dan tentu saja untuk Al-Bayyinah, jazakumullahu khairan katsira, kalian telah menginspirasi berdirinya lini usaha yang dikelola istri saya. Begitu juga RadioCoran, baarakallahu fiikum, semoga dakwah kalian terus mengudara di daratan Eropa.
Disclaimer: Brand Prancis yang saya sebutkan syaratnya adalah didirikan dan headquarter-nya di Prancis. Aspek lain misalnya sudah diakuisisi atau manufacturing-nya bukan di Prancis, tidak bisa dipungkiri sudah terjadi pada sebagian brand tersebut. Namun menurut saya dua hal pertama itu lebih mewakili karakter Prancis dan tetap saja semua aspek akan membuat pundi euro mengalir ke Prancis.
______________________________
[1] Ulama berkebangsaan Arab Saudi dan telah menulis berbagai karya ilmiah keislaman dalam beberapa sub bidang. Beliau adalah anggota هيئة كبار العلماء السعودية
[2] 5M Model adalah faktor produksi utama yang dibutuhkan oleh suatu organisasi agar dapat beroperasi secara maksimal yaitu Men, Money, Materials, Machines, dan; Methods.
[3] Engineering, Procurement, Construction. Suatu proyek yang kontraknya mencakup desain, belanja material, dan konstruksi. Dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai rancang-bangun. Umumnya digunakan untuk proyek yang sifatnya fasilitas, utilitas, atau intinya suatu sistem integrasi. Misalnya dalam pembangunan pabrik baja apabila dikerjakan ileh beberapa kontraktor spesifik tidak akan efisien karena desain maupun kemunginan value engineering untuk pondasi beton harus singkron secara desan dan maintenance dengan equipment yang akan di-instal di atasnya.
______________________________
Selanjutnya (Sudah ada di kepala) >>>
- Industry Awareness - Menyikapi Produk Prancis #2 (EPC Sebagai Penopang Negeri)
- #3 (Kita Sumber Bahan Bakunya)
- #4 (Nusantara Aircraft)
- #5 (Episentrum Sepeda Dunia)
- #6 (Art of Adventure)
- #7 (Hajat Hidup Orang Banyak)
- #8 (Kekuatan Ilmiah & Seni)
- #9 (Optimal dan Berdaya Saja Dulu)
- #10 (Cikal Bakal Negara Industri)
No comments:
Post a Comment