#BIKEchallengeforKIDS
Di komplek tempat tinggal kami, terdapat gap menganga antara anak usia dini hingga SD Kelas 2 aau 3 dan kelas 4 ke atas.
"Umumnya" kelompok pertama masih sangat menikmati aktivitas fisik: bersepeda, berlari, bermain bola, hingga hujan-hujan seru, serta jenis permainan kreatif berbasis fisik misalnya lego dan eksplorasi mobil-mobilan dengan berbagai ide.
Kelompok kedua, ironis, umumnya sudah mulai banyak berkutat dengan gadget. Banyak sebab. Tentu kita sama-sama hampir satu dasawarsa terakhir, kemajuan pesat teknologi memungkinkan "smartphone" bisa bekerja lebih dari komputer di era saya kuliah. Padahal para pendiri perusahaan teknologi tersbesar di dunia pun umumnya tidak bermudah-mudah dalam urusan gadget kepada anaknya.
Orang tua sibuk. Kurangnya kepedulian terhadap fase tumbuh kembang anak. Dan mungkin puluhan sebab lain.
Fase setelah anak memasuki usia 10 tahunan bukannya tak perlu aktivitas fisik. Justru lebih urgent karena aspek fluktuasi dan pematangan emosi serta pekembangan akal memerlukan aktivitas fisik untuk mengakomodir jasmani yang juga terus melaju untuk tumbuh.
Dua dasawarsa lalu, umumnya anak laki-laki 10 tahunan bisa sangat sibuk dengan bersepeda dan bermain bola. Bahkan pada usia 12 tahunan (SMP) untuk sekedar ke sekolah mereka bisa menempuh 10km pp bahkan di pedesaan bisa lebih jauh.
Di situ ada aspek kognitif, afektif, dan tentu saja motorik yang diberdayakan. Mereka tanpa disadari akan terus belajar tentang sepeda. Bagaimana mengerem, mengoper gigi, menajemen daya di tanjakan dan turunan, jika terjadi kerusakan, manajemen waktu, dll. Juga secara tak langsung akan belajar tentang tata tertib di jalan, manajemen kelelahan, hingga kesabaran dan konsistensi. Ini baru yang menjadikan sepeda hanya untuk komuter dan "mainan" sekedarnya. Belum yang sudah digiring ke arah hobi.
Tentu ada banyak argumentasi yang muncul mulai dari kondisi jalan yang mungkin belum bersahabat, terutama di kota besar dan suburban, untuk membiarkan anak berkomuter dengan sepeda.
Untuk menjadikan sepeda sebagai hobi pun lebih banyak alasan yang akan tersaji. Mulai dari kesibukan orang tua, harga sepeda yang mahal, hingga "habit" hobi bersepeda yang belum ada.
Pandemi covid19 ini bisa kita sikapi dengan sudut pandang positif yaitu budaya bersepeda. Namun sering kita dengar juga bisa saja ini tren musiman.
Apapun itu, semoga kesempatan ini menjadi celah untuk bisa membudayakan sepeda sebagai bagian dari pendidikan anak-anak. Terutama celah antara fase kanak-kanak hingga masa puber.
Minimal mengurangi ketergantungan terhadap gadget. Atau jika ada waktu lebih dari orang tua, budget, dan keinginan kuat untuk membentuk karekter anak... manfaat dari hobi bersepeda terlalu banyak untuk saya uraikan. Mencakup semua yang disebutkan di atas, ditambah lagi jika mau kreatif bisa mencakup mapping, storytelling setelah bersepeda, presentasi berbagai hal menarik karena dengan bersepeda kita akan lebih melihat detail landscape negeri, menahan ego, mengajarkan fokus, dll.
Foto di atas adalah Syaathir, 8 tahun 1 bulan, dengan sepeda ukuran 12" yang dibeli 4 tahun lalu. Brand lokal Wim Cycle. Cukup memuaskan dari segi material dan hingga saat ini minim kerusakan substansial. Harganya empat tahun lalu tergolong mahal, bandrol resminya 4x harga sepeda "asal-asalan" yang juga pernah kami beli sekedar iseng untuk adiknya. Sebut saja "Si Merah" dengan harga Rp250.000,- tahun 2018. Saat itu kami enggan mengeluarkan uang lebih untuk sepeda ke-2 yang ukurannya sama (12"). Setidaknya menjadi pembanding dan pengalaman betapa harga memang tidak bisa bohong terhadap kualitas. Namun spesifikasi tentu harus berorientasi pada kebutuhan.
Saat ini memang sepeda itu sudah kekecilan tapi justru ada di puncak performa. Digunakan ketika masih "roda empat", euforia bisa bersepeda "roda dua" selama beberapa tahun, hingga kini ketika setiap pekan mampu melahap 20km lebih (hanya dalam 1-2 kali gowes).
SPESIFIKASI YANG DIINGINKAN
Tentu kami ingin upgrade sepeda itu. Tapi ada proses yang harus dilalui. Serta mengajarkan hakikat sesuatu dibanding sekedar brand dan harga. Tentu brand penting karena umumnya mewakili kualitas, tapi tentu harus sesuai kebutuhan.
Untuk (1) UKURAN, kami sudah fitting (mencoba berbagai jenis sepeda di toko dan bengkel sepeda) dan pilihan jatuh ke 20". Mungkin saat paling pas size 16" namun usia pakainya akan lebih pendek juga mencari spesifikasi "semi-pro" akan sulit. Juga sudah mencoba 24" kegedean dan kami rasa "nanggung". Sistem berjenjang akan kami terapkan. "A" yang masih 5,5 tahun akan mewarisi sepeda 12". Dan ke depan harus merasakan pula 20" yang akan dibeli ini sebelum masuk ke fase dewasa. Setelah 20" yang laki-laki mungkin akan langsung ke 27,5" (MTB / road bike / gravel / hybrid) dan yang perempuan bisa menggunakan 26" MTB female atau folding bike. Namun 20" adalah fase penting untuk "begajulan". Di bawah "A" ada "F" yang saat ini 3,5 tahun dan sudah mulai menggunakan "Si Merah" dengan dua roda pembantu. Kami tidak berharap "Si Merah" kolaps. Namun jika itu terjadi, bisa saja tahun depan dipertimbangkan ada jenjang 16" namun karakternya lebih ke female.
Dari sisi (2) JENIS, setelah diskusi mendalam dengan anak-anak dan pertimbangan aspek "real adventure" kami memutuskan MTB hardtrail for kids. Opsi lain memang 20" folding yang sekaligus multifungsi, tapi rupanya anak-anak masih lebih suka sisi "gaya" adventure model MTB. Keinginan yang sayang jika tidak dieksplorasi.
Spesifikasi lain adalah harus ada (3) REAR DRERAILLEUR (RD) atau sebut saja "operan gigi" karena mereka sudah tahu challenge di tanjakan (perlu dioper ke gigi yang pas) serta sayang ketika melalui turunan kecepatan kayuhannya terbatas. Setidaknya RD-nya pun harus "brand beneran" karena terkait performa. Untuk FD rasanya belum wajib. Size 20" adalah size untuk BMX sehingga meskipun banyak pilihan di size 20" namun yang memang sedikit yang didesain untuk MTB Hardtrail.
(4) FRAME, agar bisa mengejar spesifikasi sepeda orang tuanya, minimal harus alloy (ditunjang dengan garansi). Mereka pun sudah mulai paham akan material sepeda dan fungsionalitasnya terutama berdampak ke lebih ringan saat tanjakan maupun loading dengan mobil.
(5) BRAKE SYSTEM, dengan gaya bersepedanya yang "berani" bahkan cenderung nekat (namun tetap kami tekankan untuk "nekad secara technical") terutama ketika beraksi di turunan curam, rasanya wajib menggunakan DISC BRAKE depan & belakang.
Dan satu lagi, mereka pun meminta spesifikasi (6) QUICK RELEASE (QR) di hub dan seat post. Argumentasinya pun menarik yaitu emergency di jalan dan loading membutuhkan QR untuk wheelset.
Untuk komponen lain diupayakan ada fork suspension, sedangkan rear suspension kami rasa tidak perlu. Penggunaannya akan lebih kepada distance whatever the road surface dan "downhill" dalam arti menuruni bukit secara umum bukan "downhill" secara istilah cabang olahraga. Mengenai kualitas dan detail spesifikasi berbagai komponen, kami rasa akan mengikuti. Misalnya kecil kemungkinan handle bar, stem, baut-baut, dll menggunakan material ala kadarnya apabila spesifikasi nomor 4 terpenuhi.
Dengan syarat 1-4 di atas, sangat sedikit pilihannya untuk brand lokal. Perlu digarisbawahi juga ada limit untuk pembelian sepeda ini dan proses pencarian ini merupakan pelajaran tersendiri. Sebagian besar syarat mereka ajukan karena kebutuhan aktual dan mereka memahami secara detail kenapa harus begini dan begitu. Namun juga tidak serampangan misalnya langsung membeli brand Eropa atau USA yang harganya (sampai rumah) bisa lebih dari 5x yang kami anggarkan.
TREK, ada seri ROSCOE 20". Syarat 1-4 terpenuhi dengan bandrol $449.99 (belum termasuk ongkir dan pajak, ini berlaku untuk semua brand luar yang disebutkan di bawah).
GIANT (STP 20" $475), SCOTT (SCALE 20"), MONDRAKER (PLAY 20"), CANNONDALE (CUJO 20"), dan pencarian pun kami hentikan.
Saat melihat website brand-brand tersebut, kami dan anak-anak sungguh merasa "eureka!" Melalui foto-foto, kalimat-kalimat indah pengguha adrenaline, dan argumentasi kenapa anak-anak harus berpetualangan dengan sepeda, Syaathir dan adik-adiknya mulai benar-benar suka bersepeda. Betapa sejak dini anak-anak diajak untuk berpetualang di alam. Padahal negeri kita tak kalah landscape-nya untuk dieksplorasi dengan sepeda. Padahal pula anak-anak berasal dari negara-negara terdepan di bidang tekonologi. Ironi ini bisa analoginya dengan ketika Bu Susi memberikan goggles untuk anak-anak di suatu daerah agar mereka bisa melihat keindahan dan menjaga terumbu karang. Yang diperkuat oleh perkataan sahabat saya dari Jerman, yang juga sering berpetualangan di Indonesia, bahwa ia heran betapa anak Indonesia banyak yang tidak bisa berenang dan aktivitas bahari fundamental lain.
Brand "P" menawarkan MAZE20 dan RELIC20. Yang pertama (CMIIW) belum alloy dan wheelset-nya tidak QR harga di website resmi Rp1.550.000,-. Yang kedua sudah memenuhi semua syarat namun harganya lebih dari 2x harga yang pertama (minimal sekitar Rp3,3juta) dan bagi kami sudah over budget. Selain dua seri itu, sepertinya ada beberapa yang lain namun dua itulah yang paling mendekati requirement.
Brand "U" menawarkan MONANZA dengan harga Rp2.400.000,- namun material frame-nya steel.
Ada beberapa brand lain misalnya G, A, P (satunya), dan beberapa brand lain yang kini beredar di sekitar kita namun entah mengapa kami belum tertarik karena berbagai sebab. Juga brand E yang belum kami temukan spesifikasi tersebut, atau brand Wim Cycle sebenarnya ada namun beberapa detail spesifikasi belum terpenuhi.
Pencarian ini pun berakhir pada THRILL (sepengetahuan yang saya masih satu induk atau bahkan salah satu lini dari Wim Cycle) dengan sub lini TABIBITHO seri MISCHEF 20". Semua syarat terpenuhi dengan harga plus minus Rp2juta (di berbagai dealer umumnya Rp2,3juta ke atas). Tidak harus memaksakan TREK atau CANNONDALE, produk lokal menyediakan kebutuhan kami. Dan apresiasi mendalam kepada THRILL yang tentu dengan idealisme dan segala upaya mampu menghadirkan MTB Hardtrail for KIDS dengan spesifikasi "lumayan" dan harga "yang bijak".
Fase berikutnya adalah melakukan pencarian pre-loved atau inden yang baru dari THRILL.
Juga mendorongnya untuk memenuhi syarat-syarat "akademis" yang kami terapkan untuk bisa memperoleh THRILL TABIBITHO 20". Tentu ada reward & punishement. Juga upaya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Sinergi yang membahagiakan. #BIKEChallengeforKIDS
Jakarta, 25 Oktober 2020
No comments:
Post a Comment