Untuk posisi project scheduler di perusahaan tempat saya bekerja sebelumnya (posisi awal saya saat itu) cukup banyak diisi oleh lulusan teknik industri selain teknik sipil dan teknik mesin. Fakta dan pengalaman yang saya hadapi adalah bahwa project di perusahaan tersebut kebanyakan adalah multidisiplin. Tak bisa dimungkiri bahwa sebagian besar selalu diawali dari pekerjaan yang berhubungan dengan teknik sipil misalnya pekerjaan pondasi atau struktural. Meskipun bisa saja major scope-nya justru mechanical atau electrical. Itulah kenapa project management seringkali diisi oleh-oleh orang-orang dari salah satu disiplin ilmu tersebut (sipil, arsitek, mesin, dan elektro).
Mau tidak mau setidaknya kita tidak buta dengan semua hal itu (baca disini tentang pengalaman pertama saya di mulidiscipline project). Memang mustahil seseorang yang berlatar belakang teknik sipil bisa mempelajari semua bidang tersebut. Tapi intinya adalah kita harus mau belajar! Mengenai seberapa jauh belajarnya itu relatif, sesuai dengan bentuk dan skala project-nya.
Mau tidak mau setidaknya kita tidak buta dengan semua hal itu (baca disini tentang pengalaman pertama saya di mulidiscipline project). Memang mustahil seseorang yang berlatar belakang teknik sipil bisa mempelajari semua bidang tersebut. Tapi intinya adalah kita harus mau belajar! Mengenai seberapa jauh belajarnya itu relatif, sesuai dengan bentuk dan skala project-nya.
Analoginya kemampuan di bidang scheduling adalah kemampuan dan pengetahuan di bidang recording, sedangkan project management adalah kemampuan sebagai seorang ahli musik secara umum yang mungkin saja mencakup beberapa hal antara lain pemahaman dan kontol terhadap ritme/tempo musik, tangga nada secara umum, pitch control, hingga mungkin feeling bermusik. Sedangkan disiplin ilmu bisa dianalogikan sebagai keahlian dalam suatu alat musik "yang memang dipelajari secara mendalam". Keahlian disini mencakup banyak hal yang tidak hanya cara bermain tetapi juga kualitas dari sebuah alat musik, material yang digunakan, bahkan cara membuatnya.
Ketika orang tersebut memainkan alat musik yang memang ia pelajari, seharusnya ia bisa. Tetapi jika diminta untuk membuat alat musik tersebut, meskipun memang pernah dipelajari pada disiplin ilmunya, maka hal itu akan tergantung apakah ia mendalami dan rutin mengaplikasikannya atau tidak. Misalnya saja tidak semua sarjana teknik sipi bisa mendesain jembatan. Jika orang tersebut disuruh memainkan alat musik lain (disiplin ilmu lain) secara teori tentu ia harus belajar dengan seksama karena kaidahnya berbeda. Misalnya ia adalah pemain piano. Untuk bermain gitar ia harus belajar lagi struktur tangga nada guitar neck, cara memetiknya, bahkan harus melatih lagi tempo karena harus mengkombinasikan petikan tangan kanan dan pergerakan chord di tangan kiri. Jika dipaksakan dan ditekuni mungkin bisa tergantung keseriusannya dalam belajar. Tetapi untuk mendalami lebih jauh tentang pembuatan gitar tentu ia harus belajar dengan seksama dan menyeluruh tentang gitar dan menjadi ahli gitar (tentang disiplin ilmu tersebut).
Ketika orang tersebut memainkan alat musik yang memang ia pelajari, seharusnya ia bisa. Tetapi jika diminta untuk membuat alat musik tersebut, meskipun memang pernah dipelajari pada disiplin ilmunya, maka hal itu akan tergantung apakah ia mendalami dan rutin mengaplikasikannya atau tidak. Misalnya saja tidak semua sarjana teknik sipi bisa mendesain jembatan. Jika orang tersebut disuruh memainkan alat musik lain (disiplin ilmu lain) secara teori tentu ia harus belajar dengan seksama karena kaidahnya berbeda. Misalnya ia adalah pemain piano. Untuk bermain gitar ia harus belajar lagi struktur tangga nada guitar neck, cara memetiknya, bahkan harus melatih lagi tempo karena harus mengkombinasikan petikan tangan kanan dan pergerakan chord di tangan kiri. Jika dipaksakan dan ditekuni mungkin bisa tergantung keseriusannya dalam belajar. Tetapi untuk mendalami lebih jauh tentang pembuatan gitar tentu ia harus belajar dengan seksama dan menyeluruh tentang gitar dan menjadi ahli gitar (tentang disiplin ilmu tersebut).
Project saya analogikan sebagai proses rekaman sebuah album dan orang tersebut bertugas menjalankan program rekaman yang dilaksanakan oleh musisi (construction) sesuai dengan arahan music director/arrange (engineering) dan bertanggung jawab kepada music producer (project manager). Posisi ini tentu saja memerlukan kemampuan recording dan musikal secara umum. Itulah skill mutlak yang harus ia miliki. Sedangkan untuk alat musik setidaknya ia tahu bagaimana suatu alat musik seharusnya dimainkan sesuai kaidah dasarnya dan bagaimana komposisi terbaiknya untuk bisa mencapai kriteria lagu (bangunan atau fasilitas) yang akan dibuat sesuai dengan desain, meskipun kemungkinan ia hanya ahli di satu bidang alat musik. Jadi seperti inilah gambaran mengenai posisi ini yang seringkali diisi oleh orang-orang dari jurusan teknik sipil, arsitek, mesin, dan elektro. Untuk kasus lain bisa saja ia bukan ahli di suatu alat musik, tetapi ia belajar bagaimana permainan alat musik dan komposisi musik secara umum meskipun hanya kulitnya. Jika analoginya tepat, maka yang terakhir inilah gambaran untuk teknik industri sesuai hasil kesimpulan saya setelah berdiskusi dengan rekan dan jurusan tersebut.
Itulah analogi yang bisa saya gambarkan tentang keunikan project managment jika dihubungkan dengan latar belakang disiplin ilmu. Unik karena hanya belajar project management saja tanpa paham dan tahu tentang apa yang dikelola akan percuma. Dan tidak ada gunanya jika hanya paham soal teknis saja tapi tanpa pengetahuan dan skill project management.
Tetapi pada intinya, yang menurut saya tidak bisa ditawar kecual special case, adalah diberikannya mata kuliah project management. Sepengetahuan saya sebagian besar jurusan teknik juga mempelajari project management yang mungkin dengan porsi dan pendekatan yang berbeda, termasuk nama kuliah yang bisa jadi berbeda. Pengalaman saya di teknik sipil terdapat mata kuliah manajemen konstruksi dengan total 6 sks dan memang diarahkan ke bidang konstruksi bangunan sipil. Mungkin akan berbeda dengan jurusan lain.
Mantan bos saya ada yang berlatar belakang teknik mesin, arsitek, dan teknik sipil. Rekan-rekan saya dari beraneka ragam disiplin ilmu yang sebagian adalah teknik industri. Anak buah saya sejauh ini kebetulan dari teknik sipil (sebagian merupakan warisan) meskipun untuk rekrutmen entry level saya tidak terlalu membatasi latar belakang pendidikannya asalkan mampu melewati tes uang saya ajukan sesuai kebutuhan project :). Jadi umumnya lowongan untuk posisi ini sdi perusahaan EPC dengan project yang memang multidisiplin terbuka untuk setidaknya 4 + 1 jurusan di atas. Sedangkan untuk kontraktor atau vendor yang mmang mengkhususkan diri pada bidang tertentu seringkali juga mensyaratkan kandidatnya berasal dari jurusan sesuai pengkhususan tersebut. Nah untuk experience level seringkali ada banyak sekali perkecualian dan seringkali lebih luas jangkauan latar belakang pendidikannya karena bisa jadi periode waktu pada exprience si kandidat tersebut membuat dia banyak bergelut dengan bidang ini.
Selain itu yang paling penting adalah mampu menunjukkan dirinya berada di dalam keunikan project management tersebut. Dan fakta yang saya lihat bahwa penentu keberhasilannya bukan mutlak latar belakang pendidikan, melainkan kemauan (ini yang akan menentukan seberapa tangguh ia mengelola multidiscipline project) dan kemampuan yang mencakup sisi teknis, project management, dan yang tak kalah penting adalah soft skill.
Itulah analogi yang bisa saya gambarkan tentang keunikan project managment jika dihubungkan dengan latar belakang disiplin ilmu. Unik karena hanya belajar project management saja tanpa paham dan tahu tentang apa yang dikelola akan percuma. Dan tidak ada gunanya jika hanya paham soal teknis saja tapi tanpa pengetahuan dan skill project management.
Tetapi pada intinya, yang menurut saya tidak bisa ditawar kecual special case, adalah diberikannya mata kuliah project management. Sepengetahuan saya sebagian besar jurusan teknik juga mempelajari project management yang mungkin dengan porsi dan pendekatan yang berbeda, termasuk nama kuliah yang bisa jadi berbeda. Pengalaman saya di teknik sipil terdapat mata kuliah manajemen konstruksi dengan total 6 sks dan memang diarahkan ke bidang konstruksi bangunan sipil. Mungkin akan berbeda dengan jurusan lain.
Mantan bos saya ada yang berlatar belakang teknik mesin, arsitek, dan teknik sipil. Rekan-rekan saya dari beraneka ragam disiplin ilmu yang sebagian adalah teknik industri. Anak buah saya sejauh ini kebetulan dari teknik sipil (sebagian merupakan warisan) meskipun untuk rekrutmen entry level saya tidak terlalu membatasi latar belakang pendidikannya asalkan mampu melewati tes uang saya ajukan sesuai kebutuhan project :). Jadi umumnya lowongan untuk posisi ini sdi perusahaan EPC dengan project yang memang multidisiplin terbuka untuk setidaknya 4 + 1 jurusan di atas. Sedangkan untuk kontraktor atau vendor yang mmang mengkhususkan diri pada bidang tertentu seringkali juga mensyaratkan kandidatnya berasal dari jurusan sesuai pengkhususan tersebut. Nah untuk experience level seringkali ada banyak sekali perkecualian dan seringkali lebih luas jangkauan latar belakang pendidikannya karena bisa jadi periode waktu pada exprience si kandidat tersebut membuat dia banyak bergelut dengan bidang ini.
Selain itu yang paling penting adalah mampu menunjukkan dirinya berada di dalam keunikan project management tersebut. Dan fakta yang saya lihat bahwa penentu keberhasilannya bukan mutlak latar belakang pendidikan, melainkan kemauan (ini yang akan menentukan seberapa tangguh ia mengelola multidiscipline project) dan kemampuan yang mencakup sisi teknis, project management, dan yang tak kalah penting adalah soft skill.
No comments:
Post a Comment