Intinya jalur conveyor terakhir baru selesai
dikerjakan dan sudah running beberapa
bulan sebelum saya mulai bekerja di perusahaan ini. Terdapat minor problem dan masih harus
diselesaikan karena secara budget project
tersebut belum ditutup. Power untuk salah satu motor system conveyor disuplai oleh RMU karena Sub
Station X (sebut saja Sub Station X) yang dibangun mengalami kerusakan,
transformer utamanya terbakar.
Saya kurang tahu
pasti historical-nya. Tetapi sejak
saya mulai bekerja di perusahaan ini, sudah ada keputusan untuk memperbaiki Sub
Station X tersebut menggunakan transformer bekas yang di-repair oleh vendornya,
dan untuk sementara ‘meminjam’ RMU yang ada. Sebenarnya membeli Sub Station
baru secara utuh jauh lebih aman dibandingkan repair dengan biaya lebih murah
sekitar 50% - 75% tetapi masih ada risk dari sisi quality dan multiplier risk
impact yang tentu saja bisa jauh lebih mahal.
By the way fokus saya hanya meng-organize
perbaikan Sub Station X tersebut karena RMU diperlukan segera untuk expansion projects. Planning ini dimulai dengan engineering
analysis untuk existing condition dan repairmen plan. Setelah itu proses procurement untuk pembelian beberapa
komponen dan penyusunan kontrak vendor dari negeri Angela Merkel yang mencakup repair installation, testing, dan commissioning.
WBS pekerjaan di
lapangan terbagi menjadi 5 garis besar tahap pekerjaan. Tahap pertama
pre-vendor works yaitu re-install komponen yang rusak misalnya 3 pasang CT400/5
dan 1200/5 oleh department konstruksi. Tahap kedua adalah ‘vendor works for repair installation’ yang intinya memastikan dan
membantu konstruksi untuk re-install komponen tersebut. Tahap ketiga adalah
testing semua komponen yang telah dipasang tersebut dan diakhiri dengan transformer energize without load dan
akan dibiarkan minimal 1 minggu untuk mengetahui performanya.
Tahap pertama
sampai ketiga masih bisa dikerjakan tanpa shutdown
karena bersifat individual dan memang Sub Station sama sekali belum
terkoneksi dengan sistem.Seanjunya ada tahap keempat dan kelima sangat
tergantung pada shutdown schedule rangkaian OHS terutama di bagian MVS tersebut
yang berdampak pada matinya conveyor.
Tahap keempat yaitu
tie in Sub Station X ke MVS yang harus disempurnakan dengan running test motor
conveyor tanpa dan dengan load (belt) untuk memastikan power supply dari Sub
Station X stabil serta rotation direction sudah benar—tetapi pada tahap ini RMU
belum di-disconnect, hanya dilakukan rack
out. Yang terakhir atau tahap kelima adalah disconnect RMU. Pada dasarnya
tahap keempat dan kelima sebaiknya memiliki lag antara 2-4 minggu untuk
memastikan bahwa Sub Station X sudah berfungsi optimal mendukung kinerja salah
satu conveyor pada OHS. Penentuan activities, tasks, dan sequencing hingga
tahap ini sebenarnya bukan semudah menulis di atas kertas, tetapi didasarkan
atas berbagai analisis teknis dan interpretasi dari electrical expert yang
memang berwenang. Misalnya saja lag 2-4 minggu itu tentu saja bukan asal
disepakati, tapi sudah dipikirkan secara matang. Juga hasil risk analysis ‘seandainya’ masih terjadi
trouble dan RMU sudah di-disconnect,
maka dampaknya akan lebih besar.
Tahap pertama
sampai ketiga sudah dilakukan dengan lancar dengan optimisme dari QA/QC,
Commissioning, vendor, serta Process Division yang membumbung tinggi akibat
hasil pengetesan local transformer maupun overall komponen Sub Station X yang
sangat memuaskan. Sebagai persiapan tahap keempat diadakan meeting dengan
Process Division yang dalam hal ini disebut Ore Flow (O/F) Department selaku
pemilik OHS. Kami hanya diberikan waktu 5 jam power off untuk tie in Sub
Station X ke MVS (yang di dalamnya juga terdapat detail tasks misalnya megger
test, continuity test, dll). Alasannya adalah karena pihak O/F memerlukan power
on untuk perbaikan salah satu grasshopper. Padahal saat itu di tengah optimisme
berbagai pihak, tahap keempat dan kelima cenderung ingin diselesaikan dalam sekali
shutdown. Dengan demikian sudah jelas bahwa tahap kelima harus dilakukan saat
next shutdown—klop dengan plan awal dan technical analysis bahwa perlu lag 2-4
minggu antara tahap keempat dan kelima untuk memastikan kinerja Sub Station X.
Hari-H saat shutdown
dan tahap keempat sedang dikerjakan, pihak O/F menginformasikan durasi power shutdown
akan lebih lama karena satu dan hal. Kami diminta untuk menyelesaikan pekerjaan
di Sub Station X sampai tahap kelima/terakhir. Karena saat next shutdown tentu
saja power off tidak akan bisa mengakomodasi durasi tahap kelima yang sampai 36
jam karena memerlukan perbaikan termination kid dan testing/commissioning.
Intinya kesempatan power off yang lebih lama ini tidak boleh disia-siakan.
Saya dimintai
pendapat dan keputusan mengenai perubahan plan mendadak tersebut oleh beberapa
pihak. Secara teknis kesempatan ini tidak boleh disia-siakan. Tetapi akhirnya
bersama commissioning leader dan kami membuat keputusan untuk melaksanakan
project sesuai plan awal apapun resikonya saat next shutdown. Baseline schedule
tetap dijadikan acuan karena selain berhubungan dengan manpower planning hal
ini juga di-constraint oleh technical requirement.
Sebenarnya masalah
manpower bisa saja terpecahkan. Intinya memang tidak ada planning night shift
untuk construction crew dan QA/QC & commissioning personel sangat terbatas.
Sesuai plan awal dengan power off hanya 5 jam maka pada senin sore tahap
keempat sudah bisa diselesaikan (plan awal shutdown sampai selasa pagi—OHS running).
Apabila dipaksakan lanjut ke tahap kelima maka sudah jelas tidak bisa
dilaksanakan senin malam karena tidak ada spare construction crew untuk night shift serta berdasarkan SOP
Fatigue Management karyawan tidak boleh bekerja lebih dalam 12 jam. Opsinya
adalah kru konstruksi akan melanjutkan pekerjaan selasa pagi dan QA/QC &
Commissioning akan bekerja pada selasa malam. Berdasarkan analisis tersebut sebenarnya
hal ini bisa saja dilakukan. Tetapi keputusan kami tetap pada baseline.
Sekitar 10 hari
setelah tie in, Sub Station mengalami
trip (untuk tujuan safety, sudah didesain agar Sub Station X akan otomatis
tidak mati apabila terjadi trouble).
Saat itu menjelang tengah malam OHS mendadak mati karena kehilangan power pada
salah satu conveyor-nya. Pagi harinya kru konstruksi langsung melakukan disconnect Sub Station X dan tie in RMU
ke MVS sehingga keesokan siangnya OHS kembali beroperasi dengan total shutdown
selama 12 jam. Setelah dilakukan pengecekan ternyata ada sedikit trouble pada suatu komponen namun tidak
terlalu serius dan serta bukan substansi inti. Hanya dengan mengganti
materialnya maka beres. Sesuai dengan lag yang direncanakan sub station tidak
lagi mengalami masalah. Itu artinya kami sudah berani untuk men-disconnect RMU. Pada akhirnya memang Sub
Station X dapat bekerja dengan baik, meskipun sedikit meleset dari waktu yang
ditentukan (karena adanya ketergantungan terhadap sutdown).
Dari sisi planning, scheduling, dan controlling ada satu hal yang membuat
saya sadar akan betapa pentingnya pengusaan masalah teknis bagi praktisi scheduling/planning, mempertahankan
baseline, terlibat sebagai decision maker, dan secara tidak langsung adalah
reprsentasi project manager. Saya tidak bisa membayangkan jika saat itu
baseline tidak dipatuhi, bisa jadi shutdown tidak terencana akibat trouble akan
menjadi 5-10 kali lebih lama. Impact-nya
adalah kerugian perusahaan yang jauh lebih besar karena produksi open pit mine akan terganggu akibat
tidak beroperasinya OHS.
Planning
tidak hanya membuat activities,
menyusun relationships, assign resources,
menyusun s-curve, dan menentukan critical
path berdasarkan float saat
menyusun sebuah schedule yang
semuanya dengan mudah bisa dikerjakan dengan bantuan software. Tetapi logic
sequence berdasarkan penguasaan teknis, pengetahuan overall mengenai existing
system, dll mutlak diperlukan termasuk saat controlling bahkan harus
terlibat dalam critical decision making
untuk kesuksesan project. Kadang kita
harus belajar banyak hal di luar background
pendidikan kita. Karena EPC project hampir
selalu multi disiplin, sedangkan seorang planning engineer hampir bisa
dipastikan hanya belajar satu bidang di antara civil, structural, mechanical,
piping, electrical, atau instrumentation.
Nyimak Gan, inspiratif
ReplyDelete