Memasuki bulan ketujuh kehamilan Syaathir, petualangan belum terhenti. Masa cuti kami tak mau tinggal diam di Lombok Timur. Karena saat itu belum memboyong mobil yang memang khusus digunakan untuk kami secara pribadi, menyewa mobil + sopirnya pun menjadi solusi untuk traveling kali ini. Sebenarnya alibinya ini adalah sekalian menjemput Nabila, adik Mama yang kuliah di Jogja, di Bandara Internasional Lombok.
Sekitar jam 8 kami meninggalkan Lombok Timur menuju Praya di Lombok Tengah. Kami tiba di bandara dalam suasana yang sepi dari sisi penumpang, namun sangat ramai dari sisi penjemput serta masyarakat lokal yang "masih" saja suka nongkrong disana. Nabila keluar dari pintu kedatangan tak lama setelah kami datang. Uniknya ia datang bersamaan dengan beberapa orang TKI yang sudah ditunggu oleh keluarganya.
Perjalanan kami lanjutkan menuju selatan. Kami tiba di Kute di tengah teriknya sinar matahari. Tapi justru saat-saat seperti itulah keindahannya terekspos dengan optimal. Air laut nampak jauh lebih eksotis bersaing dengan eloknya hamparan pasir putih. Inilah surga. Tanah yang justru mengimpir banyak tenaga kerja informal ke luar negeri. "Entah saudara-saudara kita ini salah urus atau memang tidak diurus".
Bagiku, yang beberapa bulan terakhir hidup di suhu antara 0 - 25deg celcius di ketinggian di atas 2000mdspl, tentu berada di landscape pesisir indah seperti ini adalah kepuasan di tengah dahaga. Segar rasanya tubuh yang selama ini selalu diselimuti jaket kini diterpa angin sepoi-sepoi pantai. Bagi Syaathir, semoga keindahan dunia ini sudah bisa ia rasakan dari dalam rahim. Kelak aku beraharap lebih banyak lagi bagian dari dunia yang ia jelajahi, ia pelajari, ia optmalisasi, dan ia lestarikan. Bagi Mama, semoga dengan menikmati keindahan Kute ia lebih rileks lagi jelang hari kelahiran yang semakin dekat.
Selanjutnya tujuan kami adalah Kota Mataram. Sebuah klinik bersalin di daerah Kekalik menjadi tujuan utama kami. Disinilah kami kembali melihat tingkah Syaathir yang tak pernah mau diam dengan fasilitas USG. Rasanya sudah bisa dibayangkan seperti apa ia kelak: tak bisa diam!
Selanjutnya kami minta diantarkan ke Hotel Cendrawasih di sekitar Cakranegara Mataram. Selain aku, Mama, dan Syaathir semuanya melanjutkan perjalanan untuk pulang menuju Lombok Timur. Kami memilih hotel ini karena hotel ini memilki banyak kenangan sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di Lombok sebelum menuju Batu Hijau dan hari-hari pasca menikah selain honeymoon di Gili Trawangan. Selain itu salah satu tujuan kami adalah berbelanja berbagai perlengkapan untuk persiapan kelahiran Syaathir. Maklum sebagai orang "desa" kami jarang melihat kota. Paling mentok adalah Kota Tembagapura, Kota Timika, dan Kota Selong. Hotel ini lokasinya sangat strategis. Cukup berjalan kaki menuju Mataram Mal atau pusat pertokoan Cakranegara. Alasan lain adalah karena tarifnya yang fantastis murah, setidaknya jika dilihat fasilitas yang diperoleh. Dan yang terakhir adalah rekomendasi dan "ikutan" teman. Banyak kawan di perusahaan tambang di Sumbawa Barat yang sering menginap disini.
Keesokan harinya kami berbelanja berbagai keperluan Syaatir di Mataram hingga waktu makan siang. Seperti biasa, Masakan Padang di samping Mal menjadi pilihan. Setelah itu kami kembali ke hotel untuk keperluan ckeck out dan "pindah" hotel ke daerah Senggigi. Seperti itulah plan kami. Setelah semua urusan belanja dan periksa di Mataram selesai, Senggigi adalah tujuan selanjutnya. Setidaknya kami kembali honeymoon di Senggigi. Untuk transportasi antara Mataram - Senggigi kami menggunakan taxi yang menurut referensiku tarif argo taxi di Lombok adala sala yang termurah di Indonesia. Pilihan kami adalah Puri Senggigi, yang juga sudah menjadi langganan kami. Tarif Puri Senggigi Rp190.000,- per malam dengan fasilitas AC, TV, double bed, kamar mandi lengkap dengan air hangat dan bathub, serta gratis sarapan untuk 2 orang (menu umu yaitu nasi goreng). Memang hotel ini tidak punya pantai sendiri, tetapi kami suka dengan pantai beberapa meter di sebela utaranya yang relatif sunyi dan pemandangannya sangat indah.
-Hz-
Juni 2012
Perjalanan kami lanjutkan menuju selatan. Kami tiba di Kute di tengah teriknya sinar matahari. Tapi justru saat-saat seperti itulah keindahannya terekspos dengan optimal. Air laut nampak jauh lebih eksotis bersaing dengan eloknya hamparan pasir putih. Inilah surga. Tanah yang justru mengimpir banyak tenaga kerja informal ke luar negeri. "Entah saudara-saudara kita ini salah urus atau memang tidak diurus".
Bagiku, yang beberapa bulan terakhir hidup di suhu antara 0 - 25deg celcius di ketinggian di atas 2000mdspl, tentu berada di landscape pesisir indah seperti ini adalah kepuasan di tengah dahaga. Segar rasanya tubuh yang selama ini selalu diselimuti jaket kini diterpa angin sepoi-sepoi pantai. Bagi Syaathir, semoga keindahan dunia ini sudah bisa ia rasakan dari dalam rahim. Kelak aku beraharap lebih banyak lagi bagian dari dunia yang ia jelajahi, ia pelajari, ia optmalisasi, dan ia lestarikan. Bagi Mama, semoga dengan menikmati keindahan Kute ia lebih rileks lagi jelang hari kelahiran yang semakin dekat.
Selanjutnya tujuan kami adalah Kota Mataram. Sebuah klinik bersalin di daerah Kekalik menjadi tujuan utama kami. Disinilah kami kembali melihat tingkah Syaathir yang tak pernah mau diam dengan fasilitas USG. Rasanya sudah bisa dibayangkan seperti apa ia kelak: tak bisa diam!
Selanjutnya kami minta diantarkan ke Hotel Cendrawasih di sekitar Cakranegara Mataram. Selain aku, Mama, dan Syaathir semuanya melanjutkan perjalanan untuk pulang menuju Lombok Timur. Kami memilih hotel ini karena hotel ini memilki banyak kenangan sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di Lombok sebelum menuju Batu Hijau dan hari-hari pasca menikah selain honeymoon di Gili Trawangan. Selain itu salah satu tujuan kami adalah berbelanja berbagai perlengkapan untuk persiapan kelahiran Syaathir. Maklum sebagai orang "desa" kami jarang melihat kota. Paling mentok adalah Kota Tembagapura, Kota Timika, dan Kota Selong. Hotel ini lokasinya sangat strategis. Cukup berjalan kaki menuju Mataram Mal atau pusat pertokoan Cakranegara. Alasan lain adalah karena tarifnya yang fantastis murah, setidaknya jika dilihat fasilitas yang diperoleh. Dan yang terakhir adalah rekomendasi dan "ikutan" teman. Banyak kawan di perusahaan tambang di Sumbawa Barat yang sering menginap disini.
Keesokan harinya kami berbelanja berbagai keperluan Syaatir di Mataram hingga waktu makan siang. Seperti biasa, Masakan Padang di samping Mal menjadi pilihan. Setelah itu kami kembali ke hotel untuk keperluan ckeck out dan "pindah" hotel ke daerah Senggigi. Seperti itulah plan kami. Setelah semua urusan belanja dan periksa di Mataram selesai, Senggigi adalah tujuan selanjutnya. Setidaknya kami kembali honeymoon di Senggigi. Untuk transportasi antara Mataram - Senggigi kami menggunakan taxi yang menurut referensiku tarif argo taxi di Lombok adala sala yang termurah di Indonesia. Pilihan kami adalah Puri Senggigi, yang juga sudah menjadi langganan kami. Tarif Puri Senggigi Rp190.000,- per malam dengan fasilitas AC, TV, double bed, kamar mandi lengkap dengan air hangat dan bathub, serta gratis sarapan untuk 2 orang (menu umu yaitu nasi goreng). Memang hotel ini tidak punya pantai sendiri, tetapi kami suka dengan pantai beberapa meter di sebela utaranya yang relatif sunyi dan pemandangannya sangat indah.
-Hz-
Juni 2012
Selamat Datang di Kute |
Eksotis |
Hello Syaathir |
Suasana Hotel yang tenang |
Seaview Restaurant |
Pantai di depan Puri Senggigi |
Lokasi Hotel Cendrawasih I:
Lokasi Puri Senggigi Hotel:
No comments:
Post a Comment